Tampaknya koruptor mulai terganggu dengan ketenaran pekerja seks komersial (PSK) yang sering muncul di berbagai tayangan kriminal di televisi (TV). Mereka pun mulai bermunculan di TV --dalam berita penangkapan juga tentunya-- dan menunjukkan eksistensinya.
Namun ternyata sekalipun sama-sama melakukan kesalahan dan sama-sama ditangkap, ada juga beberapa perbedaan sikapnya ketika ditangkap. PSK ketika dirazia secara spontan akan menutupi wajah mereka dari sorotan kamera TV.Mereka malu diketahui sebagai pekerja seks.
Mereka sadar bahwa melacur adalah perbuatan hina, yang tidak saja dilarang oleh undang-undang, tetapi juga dilaknat oleh Allah. Bak dunia terbalik, koruptor ketika selesai diperiksa di kejaksaan, kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atau di pengadilan,dengan bangga berbicara di depan kamera TV.Bahkan ada yang mau diwawancarai secara khusus tanpa rasa malu sedikit pun.
Malu adalah sikap jiwa yang secara kodrati berada dalam diri manusia. Malu inilah yang secara sosiologis membedakan identitas seorang manusia dengan seekor binatang. Artinya, secara normal, manusia memiliki rasa malu, sedangkan binatang tidak memiliki sifat itu.
Itulah sebabnya, anjing, ayam, kambing, kerbau, atau binatang yang lain bebas melakukan hubungan seks dan mencuri milik binatang lain di tempat terbuka.Apakah itu pertanda para koruptor mulai mengadopsi sifat kebinatangan?
Koruptor vs PSK
PSK dan koruptor jelas tak bisa disamakan.Ada beberapa perbedaan mendasar antara keduanya yang juga membedakan kesalahan yang mereka buat. Perbedaan substansial dari pelanggaran hukum yang dilakukan seorang PSK dengan koruptor antara lain sebagai berikut.
Pertama, PSK, khususnya yang menjajakan diri di pinggir jalan, melakukan pelanggaran sekadar mencari sesuap nasi untuk keluarganya atau untuk diri sendiri. Koruptor bukan mencari sesuap nasi untuk menyelamatkan keluarga dari kelaparan, tetapi untuk mobilnya, rumahnya, kebunnya, perusahaannya, partainya, atau kelompoknya.
Kedua, PSK pada umumnya adalah orang yang berpendidikan rendah, tidak mengerti halal haram, dan tidak pernah (atau jarang) ke masjid, gereja, atau tempat ibadah lain, apalagi sampai umrah atau naik haji. Sementara koruptor pada umumnya adalah orang yang berpendidikan, minimal, serta sering ke masjid, gereja, atau tempat ibadah lain. Bahkan banyak di antara mereka yang sudah haji dan mampu menghafal Alquran.
Ketiga, PSK adalah segelintir manusia yang tidak punya pekerjaan, apalagi jabatan dan kekuasaan karena tidak mempunyai peluang tersebut, sebagai konsekuensi logis dari latar pendidikan mereka. Koruptor adalah sekelompok elite yang memiliki jabatan, kekuasaan, dan peluang sebagai konsekuensi logis dari latar pendidikan mereka.
Mulai dari lurah, camat, bupati, gubernur, pimpinan proyek (pimpro), anggota DPRD/ DPR, pengusaha, advokat, hakim, polisi, jaksa,guru,dosen,kepala unit, kepala bagian, kepala biro, direktur, direktur jenderal, menteri maupun presiden atau wakil presiden Sekalipun ada perbedaan mendasar yang sangat kentara dan sama nistanya, kita bisa menemukan kesamaan modus operandi yang menarik antara PSK dan koruptor.
Modus operandi pelacuran yang dilakukan PSK dan koruptor tidak jauh berbeda, antara lain sebagai berikut. Pertama, PSK kelas teri dapat dijumpai di tepi jalan tertentu pada malam hari,mulai dari daerah terpencil sampai di Jakarta. Tarifnya pun mungkin hanya puluhan ribu rupiah. Koruptor kelas teri biasa juga dijumpai di lampu merah,tikungan jalan,di pelabuhan, di bandara, dan di loketloket pelayanan publik.
"Tarifnya" mulai dari belasan ribu sampai dengan jutaan rupiah. Kedua, PSK kelas menengah biasa dijumpai di night club, restoran, atau panti pijat.Tarifnya dari puluhan ribu sampai ratusan ribu rupiah. Koruptor kelas menengah biasa juga ditemui di restoran, night club, panti pijat, di seminar- seminar, di lorong-lorong gedung legislatif,gedung pengadilan,di arena pilkada, pemilu, dan pilpres.
"Tarifnya" mulai dari puluhan juta sampai dengan ratusan juta rupiah. Korupsi jenis ini biasa dikenal sebagai political corruption. Ketiga, PSK kelas tinggi biasa dijumpai di hotel berbintang, di kondominium, atau di vila mewah.Tarifnya mulai dari jutaan sampai dengan puluhan juta, bahkan ratusan juta rupiah, bergantung pada pelanggannya, apakah konglomerat,pegawai negeri, atau pejabat tinggi.
Koruptor kelas tinggi biasa juga dijumpai di hotel berbintang, lapangan golf, atau forum-forum ilmiah. "Tarifnya" mulai dari miliaran rupiah sampai dengan tawaran posisi jabatan komisaris atau saham perusahaan.
Dampak dari PSK dan Korupsi
Kambing atau ayam yang menyaksikan temannya disembelih tidak berusaha lari dari kemungkinan dirinya turut disembelih.Ini karena binatang tidak berakal sehingga tidak bisa mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di sekitarnya. Anehnya, ada manusia yang mengikuti tingkah polah binatang sehingga hanya dalam beberapa bulan, lima anggota Dewan yang terhormat kita ditangkap KPK.
Dampak dari PSK kelas teri dan menengah adalah lahirnya generasi yang kurang keterampilan dan pengetahuan. Paling berbahaya adalah pelacur kelas tinggi, baik yang menjual tubuhnya maupun yang menjual idealismenya. Pelacur kelas tinggi yang menjual tubuhnya bisa menjerat pejabat tinggi, politisi, dan pegawai negeri dalam kegiatan korupsi kelas tinggi pula.
Tidak kalah dahsyatnya adalah pelacur kelas tinggi yang menjual idealismenya.Pelacur jenis inilah yang menjual aset negara ke negara asing atau melakukan privatisasi perusahaan negara yang oleh UUD 45 dikuasai oleh negara untuk setinggi-tinggi kemakmuran rakyat.
Pelacuran jenis ini yang dalam ilmu korupsi disebut sebagai intelectual corruptiondan political corruption. Intelectual corruption akan melahirkan generasi muda yang miskin idealisme, lemah kompetensi, dan loyo. Rasa malu-sesuatu yang masih dipunyai oleh PSK kelas teri--pun pupus. Political corruption akan melahirkan generasi muda yang barbar karena tidak menghargai hukum, tidak menghormati hukum, dan tidak berperilaku hukum, anasionalis.
Rasa malu pudar dari politikus, legislator, dan pejabat tinggi karena negara dibiarkan menjadi jajahan dari kolonialisme baru, globalisasi hanya karena nafsu menumpuk harta untuk kemenangan pilkada, pemilu, dan pilpres. Sungguh tragis.(*)
Abdullah Hehamahua
Penasihat KPK (//ahm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar