Pemerhati Masalah Lingungan
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Selatan
Konsep pembentukan kawasan Megapolitan Jabodetabekjur dari sejak awal penyusunan RUU No.34 Tahun 1999 hendaknya melibatkan Pemerintah Daerah yang wilayahnya termasuk dalam konsep megapolitan tersebut, yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten, masing-masing Pemerintah Daerah tersebut dimintai masukan-masukan baik dari aspek kependudukan, infrastruktur, sinkronisasi penataan ruang serta status wilayah dari kedua propinsi yang wilayahnya termasuk ke dalam konsep Megapolitan tersebut.
Pembentukan kawasan megapolitan ini adalah akibat dari pembangunan ekonomi yang terfokus di satu daerah, persoalan ini yang menyebabkan terjadinya perluasan wilayah ibu kota yang tidak dapat dihindari oleh wilayah pemerintah daerah lain yang berada sekitarnya. Perluasan ini adalah wajar sepanjang untuk mengintegrasikan penataan ruang ibu kota dengan daerah sekitarnya, tetapi apabila dalam pelaksanaannya berimplikasi sebagai pelepasan wilayah tentu akan menimbulkan persoalan yang lain lagi.
Persoalan ini memerlukan solusi yang sangat komplek, antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi lain yang wilayahnya termasuk dalam konsep megapolitan tersebut. Apakah bila dibentuk suatu lembaga yang diketuai oleh koordinator setingkat menteri dapat menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di kemudian hari, dimana persoalan ini jelas menyangkut masalah pelepasan wilayah dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Provinsi Banten yang tentu akan menolak.
Ada beberapa alternatif solusi untuk permasalahan di atas antara lain dibangunnya hubungan kemitraan DKI Jakarta dengan daerah penunjangnya dan dikembangkan sehingga bersifat saling menguntungkan, memfokuskan kembali fungsi DKI Jakarta hanya pada satu atau dua fungsi dan tidak mengarah kepada perluasan daerah.
Mengembangkan wilayah DKI harus juga memperhitung wilayah Jabar dan Banten, perencanaan DKI haruslah merupakan perencanaan terintegrasi yang di dalamnya termasuk wilayah Jabar dan Banten.
Dijelaskan juga bagaimana idealnya perkembangan Jakarta sebagai kota metropolitan yang membentuk suatu sistem dengan wilayah di sekitarnya. Metropolitan sering dikelilingi oleh kota-kota satelit. Kota satelit ini relatif dapat berdiri sendiri dimana kota ini dapat menyediakan sebagian besar lapangan pekerjaan bagi penduduknya. Di sekitar metropolitan ini juga terdapat perumahan yang dengan kota induk dihubungkan dengan transportasi masal yang cepat dan murah.
Di dalam kota induk ada angkutan umum yang nyaman dan murah yaitu berupa subway yang merupakan suatu jaringan kereta api bawah tanah sehingga tidak mengganggu lalu lintas di atasnya. Sehingga kota tidak diserbu kendaraan pribadi dari kota-kota satelit dan pemukiman di sekitarnya.
Kota induk memerlukan wilayah sekitarnya karena wilayah ini menyediakan perumahan, sumber air bersih, tempat pembuangan sampah dan kota induk juga memerlukan wilayah pedesaan disekitarnya sebagai penyeimbang ekologi. Walaupun demikian kota induk dan wilayah sekitarnya tidak usah berada dalam wilayah administrasi yang sama.
Di sini dicontohkan bagaimana perencanaan kota Metropolitan New York dan perencanaan kota Metropolitan London yang keduanya direncanakan sekitar tahun 1930, seperti perencanaan kota London yang berkaitan dengan kota-kota di sekitarnya, walaupun kota-kota ini terintegrasi dengan London secara administratif tetap dalam lingkup administrasi semula.
Tidak hanya dari segi perencanaan wilayah berubahnya DKI Jakarta dari Metropolitan ke Megapolitan juga salah satunya disebabkan relokasi industri dari negara maju ke negara berkembang (New International Division of Labor). Bagi Indonesia pilihan pertama adalah Jakarta, akan tetapi karena harga tanah untuk industri di Jakarta mahal dan terbatas, maka industri ini tumbuh di pinggiran Jakarta.
Perkembangan yang pesat megapolitan ini berpengaruh kepada beberapa pihak, pertama dari sudut perkembangan ekonomi nasional, kedua wilayah yang tercakup oleh perkembangan megapolitan ini dan ketiga adalah kota Megapolitan itu sendiri. Dari sudut panjang secara jangka pendek megapolitan ini memang memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan ekonomi nasional, namun secara jangka panjang megapolitan ini memperbesar kesenjangan antara wilayah megapolitan dengan wilayah lainnya dengan kesenjangan yang semakin besar wilayah lain akan semakin sukar untuk dikembangkan.
Perencanaan megapolitan haruslah dilihat secara nasional, wilayah-wilayah yang tercakup serta dari kota induk itu sendiri. Untuk merencanakan dan membangun seluruh wilayah yang termasuk dalam megapolitan ini dalan satu tangan adalah pekerjaan yang sangat sulit. Jadi biarlah seluruh wilayah di luar wilayah inti ibu kota direncanakan dan diurus oleh daerah administrasi masing-masing tentu dengan koordinasi yang baik antara Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Daerah yang wilayahnya termasuk dalam perkembangan megapolitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar