Mayong Suryo Laksono menuliskan betapa sederhananya konsep pernikahan itu dalam pengantarnya untuk buku Keluargaku Permataku, antara lain konsep saling berbagi, berikrar untuk saling setia, memenuhi nafkah lahir batin, dan menyediakan fasilitas kepada anak untuk berkembang. Bermilyar manusia, sejak zaman megalitikum hingga zaman megapolitan sekarang ini sudah menjalaninya dan ternyata berhasil. Lalu, mengapa kemudian banyak yang mempermasalahkannya?
SEKALI LAGI, KOMUNIKASI
Demikian juga ikrar untuk saling setia. Pasti tidak sulit melakoninya selama komunikasi berjalan mulus meski godaan akan selalu muncul. Seperti kata pepatah, bukankah rumput tetangga akan selalu terlihat lebih hijau? Namun kalau sedari awal godaan demi godaan bisa segera diselesaikan lewat komunikasi, apa pun yang diinginkan kedua belah pihak pasti akan terakomodasi. Bentuk yang paling memungkinkan adalah kompromi. Tapi perlu diingat, kompromi tidak sama dengan tuntutan. Dengan kompromi, maka rumput tetangga pun jadi tidak terlihat "hijau-hijau amat".
Berikut kunci mempertahankan komunikasi:
- Hindari berasumsi. Carilah kejelasan masalah dengan membicarakannya bersama.
- Jadikan keterbukaan sebagai dasar komunikasi dalam rumah tangga. Utamakan konsep "kita", dan bukannya "saya" atau "kamu".
- Cobalah untuk selalu belajar mengemukakan sesuatu dengan cara yang manis/positif.
- Jangan pernah lelah untuk terus berlatih menjadi pendengar yang baik.
- Senantiasa berpikir ulang, minimal 10 kali sebelum menyampaikan kata-kata negatif tentang pasangan.
BERI DUKUNGAN
Celakanya, yang kerap terjadi suami/istri "melesat" sendirian tanpa memedulikan pasangannya. Baru setelah pasangannya tertinggal jauh di belakang, muncul komentar, "Gimana dong? Abis suami/istriku enggak nyambung lagi sih!" Padahal kalau benar-benar diupayakan, membangun jembatan supaya keduanya selalu nyambung, bukanlah masalah besar. Berikut kiat-kiatnya:
* Jangan jadikan keluarga sebagai ajang persaingan.
* Landasi bangunan keluarga dengan semangat team work yang kompak.
* Selalu siap mengulurkan bantuan pada setiap anggota keluarga yang membutuhkan.
* Membuka diri untuk membicarakan rencana-rencana kreatif.
* Seberapa pun menariknya peran atau fungsi-fungsi baru, jangan tinggalkan sama sekali peran dan fungsi lama.
PENTINGNYA RASA NYAMAN
Ibarat mengendarai mobil, mengemudikan biduk rumah tangga pun perlu suasana yang kondusif. Mengendarai mobil di jalan macet pasti berbeda rasanya dengan mengendarai mobil melintasi pegunungan yang sepi dan nyaman. Effort yang harus dikeluarkan tentu tidak akan sama. Suami dan istri mana sih yang tidak ingin mendapat rasa nyaman setiap kali pulang ke rumah?. Rasa nyaman ini tentu saja tidak ada kaitannya dengan kondisi fisik rumah yang megah atau fasilitasnya yang lengkap, sebab rasa nyaman hanya bisa ada dalam hati.
Berikut sejumlah tips menciptakan rasa nyaman di rumah:
* Rasa nyaman terhadap orang lain maupun diri sendiri baru akan tercipta bila kita terlebih dulu mampu menerima diri sendiri seutuhnya.
* Mampu berpikir dan bersikap realistis terhadap segala keterbatasan pasangan atau hal-hal yang tidak mungkin untuk diubah lagi.
* Kreatif menciptakan kegiatan bersama keluarga yang menyenangkan dan mendatangkan rasa relaks.
* Tingkatkan kemampuan mengelola stres.
* Selalu berupaya mendekatkan diri pada Tuhan dengan senantiasa berdoa dan bersyukur atas segala anugerahnya.
Penulis : Marfuah Panji Astuti.
Narasumber: Dra Clara Istiwidarum Kriswanto, MA, CPBC., dari Jagadnita Consulting
Tidak ada komentar:
Posting Komentar