Dosen Komunikasi Universitas Ekasakti
Pemilihan Umum (Pemilu), Pemilihan Presiden (Pilpres), dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah agenda politik yang membutuhkan partisipasi masyarakat. Partai politik yang menjadi sarana dalam memenangkan arena politik senantiasa harus berpikir dan bertindak cerdas jika tidak ingin kehilangan dukungan konstituennya. Dalam tataran yang lebih pragmatis, saat ini partai politik dihadapkan pada kenyataan bahwa partai politik harus lebih melek lagi dalam memahami kondisi psikopolitik dan sosiopolitik masyarakat.
Secara psikopolitik, partai politik harus menyadari bahwa munculnya ketidakpercayaan masyarakat kepada elit politik akan berdampak pada menurunnya partisipasi politik masyarakat dalam aktivitas politik. Bila hal ini tidak diantisipasi dapat menimbulkan frustasi politik seperti berkembangnya sikap tidak berkenan menggunakan hak pilih atau munculnya sikap masa bodoh terhadap hal-hal yang berhubungan dengan atmosfir atau hiruk pikuk politik.
Memang, disadari atau tidak sejak lengsernya rezim orde baru masyarakat dihadapkan pada aneka pilihan yang lebih variatif secara kuantitatif. Namun persoalannya aspek psikopolitik tanpa dibarengi pemenuhan aspek ekonomi secara gradual mampu menggoyahkan sendi-sendi dukungan yang telah diberikan.
Dengan kata lain, ketika tumpuan harapan akan perubahan di segala sendi kehidupan tidak berbuah manis maka masyarakat pun akan mengambil sikap berbelok haluan terhadap legitimasi yang telah diberikan. Ironinya, keadaan ini belum sepenuhnya dipahami oleh partai politik. Akibatnya terjadi kesenjangan politik. Masyarakat tumbuh dalam putaran kehidupan tanpa bekal pendidikan politik yang mumpuni. Sementara partai politik asyik berwacana tanpa menghiraukan apa sesungguhnya persoalan yang melingkungi realitas politik masyarakatnya.
Selanjutnya secara sosiopolitik, partai politik harus senantiasa menjalin komunikasi atau interaksi yang berkesinambungan dengan konstituennya. Partai politik yang senantiasa berkutat dengan gelanggang politik juga harus cerdas dalam mengimplementasikan aspek politik dalam aktivitas politiknya. Artinya, bagaimana partai politik mampu mempengaruhi persepsi dan memori masyarakat harus dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan politik baik secara konsepsional maupun implementatif.
Saat ini secara sosiopolitik partai politik masih melakoni peran politiknya sebatas tebar pesona. Partai politik seakan berlomba dalam publikasi saat masyarakat tertimpa musibah. Meskipun ada istilah lebih baik berbuat daripada tidak sama sekali. Tetapi fenomena tebar pesona merupakan gambaran bahwa partai politik belum menerapkan marketing politik secara maksimal.
Marketing politik adalah implementasi politik yang memadukan unsur edukasi dengan aspek psikologi dan sosiopolitik yang berdampak pada citra lembaga. Marketing politik adalah senjata partai dalam menarik minat dan dukungan masyarakat. Marketing politik dapat diawali dengan menampilkan atau menjual program-program partai yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat. Partai politik dituntut memiliki inisiatif dalam membangun partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mempercepat upaya mensejahterakan masyarakat. Tindakan cepat, terukur, dan bersinergi adalah kata kunci dalam mengimplementasikan strategi marketing politik.
Selain itu, upaya yang terpenting melakukan marketing politik adalah dengan mempersiapkan komunikator politik. Dalam tataran komunikasi, peran komunikator (pengirim pesan) memegang peranan penting dalam menyebarkan informasi kepada komunikan (penerima pesan). Komunikator adalah pengendali yang mempengaruhi ketertarikan dan kepercayaan komunikan. Karenanya, mempersiapkan komunikator agar mampu mempengaruhi persepsi dan memori komunikan adalah upaya cerdas dalam menciptakan kredibilitas. Artinya, hanya komunikator yang kredibel yang memiliki signifikansi pengaruh di mata komunikan.
Pemahaman pentingnya komunikator yang kredibel dalam membangun citra partai adalah pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan secepatnya oleh partai politik agar target pencapaian suara pada Pemilu 2009 dapat terwujud. Menciptakan kader yang mampu memperluas jaringan atau yang mampu menanamkan memori partai di lubuk konstituen bukanlah pekerjaan instan yang sekali jadi. Para kader harus dibekali ilmu yang mumpuni agar mampu mengembangkan strategi yang efektif dalam menjalankan visi dan misi partai. Salah satu ilmu yang penting adalah komunikasi CARE (Commitment, Achievement, Responsibility, dan Empaty)
Strategi komunikasi CARE atau komunikasi peduli adalah bentuk marketing politik yang selain mampu menciptakan kader-kader yang loyal sekaligus menjadi garansi terwujudnya komunikator yang kredibel sehingga Pengurus Partai mengetahui peta politik kadernya masing masing.
Komitmen yang tinggi adalah penegasan fundamental yang mesti menjadi ikrar bersama. Sebab, komitmen yang tinggi adalah modal dalam mewujudkan cita-cita sehingga prestasi demi prestasi mampu menghiasi perjalanan aktivitas politik yang dilakukan. Tanpa komitmen yang tinggi partai hanya akan berjalan tanpa haluan atau sasaran yang jelas. Tanggung jawab yang melingkupi gerak langkah partai menjadi kabur sebab para politisi lebih mengutamakan kepentingan partai daripada kepentingan masyarakat. Akibatnya, partai politik terjebak pada upaya melakukan kegiatan yang bersifat instan (tebar pesona) dibandingkan melaksanakan program-program yang bersifat empati. Mumpung masih ada waktu, saatnya partai politik untuk lebih CARE lagi pada persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat. Mumpung belum terlambat, saatnya partai politik mengingatkan kepada para kadernya yang duduk di legislatif agar lebih bekerja cerdas lagi menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar