Jumat, 23 Mei 2008

PACARAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Oleh : Haeran,S.S (ogie_erank@yahoo.co.id)
Jambi 23 Mei 2008
Soal pacaran di zaman sekarang tampaknya menjadi gejala umum di kalangan kawula muda. Barangkali fenomena ini akibat dari pengaruh kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, film dan syair lagu. Sehingga terkesan bahwa hidup di masa remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara, dan harus ada pasangan teap sebagai tempat untuk bertukat cerita dan berbagi rasa.
Selama ini tampaknya belum ada pengertian baku tentang pacaran. Namun, setidak-tidaknya di dalamnya akan ada suatu bentuk pergaulan antara laki-laki dan wanita tanpa nkah. Kalau ditinjau lebih jauh, sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur barat. Sebab biasanya masyarakat barat mensahkan adanya fase-fase hubungan hetero seksual dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta monyet), datang (kencan), going steady (pacaran), dan engagement (tunangan).
Persoalan pacaran memang sudah merupakan fenomena mengejala dan bahkan sudah seperti jamur di musin hujan menjadi sebuah ajang idola bagi remaja. Cinta memang sebuah anugerah, cinta hadir untuk memaniskan hidup di dunia. Apalagi rasa cinta kepada lawan jenis, sang pujaan hati atau sang kekasih hati menjadikan cinta itu begitu terasa manis. Bahkan kalau orang bilang, kalau sudah cinta, maka empedu pun terasa seperti gula.
Kehidupan seorang pemuda atau pemudi tanpa pacaran adalah hambar, begitulah kata mereka. Kalau dikatakan nggak usah kamu pacaran maka serentak mereka akan mengatakan, “ kalau tidak pacaran, bagaimana kita akan mengenal calon pendamping kita”.
Tanpa disadari, pacaran itu sendiri telah melambungkan perasaan cinta makin tinggi. Di sisi lain, pacaran menjurus pada hubungan intim yang merusak cinta, melemahkan dan meruntuhkannya. Karena pada hakekatnya huungan intim dalam pacaran adalah tujuan yang hendak dicapai. Oleh karena itu, orang yang pacaran selalu mendambakan kesyahduan. Dengan tercapainya tujuan tersebut kemungkinan tuntutannya pun mereda dan gejolak cintanya melemah. Hingga kebencian menghantui si bunga yang telah layu, karena si kumbang belang telah menghisap kehormatannya secara haram. Tidak ubahnya seperti apa yang diinginkan oleh seorang pemuda untuk memadu cinta dengan dara jelita kembang desanya. Dalam pandangannya, sang dara tampak begitu sempurna. Hingga kala itu, pikiran pun hanyut, malam terkenang siang terbayang, makan tidak enak, tidur pun tidak nyenyak, karena selalu terbayang si dia yang tersayang. Hingga tunas kerinduan menjamur menggapai tangan, menggelitik sambil berbisik. Bisikan nan gemulai, tawa-tawa kecil kian membelai, canda-canda hingga terkulai, karena asyik, cinta pun telah menggulai. Menggulai awan yang mengawang, merobek cinta yang tinggi membintang, hingga luka mengubur cinta.
Begutulah akhirnya, mereka mereka berdua telah terjerumus dalam nafsu syahwat dan tali-tali iblis telah mengikat. Mereka telah terbiasa jalan berdua bergandengan tangan, canda gurau dengan cubit sayang, senyum tawa sambil bergelayutan, dan cium sayang melepas abang. Kunjungan pertama, kedua, ketiga, keseratus, keseribu, dan yang tinggal sekarang adalah suasana usang, bosan, dan menjenuhkan percintaan. Segalanya telah diberikan sang Juliet. Juliet pun menuntut Sang Romeo bertanggung jawab. Ternyata, Sang Romeo pergi tanpa pesan, meskipun datang dengan kesan. Sungguh malang nasib Juliet.
PACARAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Islam tidak mengenal istilah pacaran seperti yang didengung-dengungkan masyarakar Barat sana dan akhirnya menular pada remaja dan orang-orang Indonesia yang ingin dianggap modern. Artinya, dalam Islam tidak ada tempat untuk orang yang diberi predikat pacar, lalu punya legalisasi untuk boleh melakukan apa saja pada pacarnya dimana perilaku yang mengatasnamakan cinta tersebut sebenarnya adalah perilaku mendekati zina.
Sudah banyak gambaran kehancuran moral akibat pacaran atau pergaulan bebas yang telah terjadi akibat science dan peradaban modern. Islam sendiri sebagai penyempurnaan dien-dien tidak kalah cangginya memberi penjelasan mengenai berpacaran. Pacaran dalam Islam diidentikkan sebagaimana yang dilontarkan oleh Rasulullah SAW: “ Apabila salah seorang diantara kamu meminang seorang wanita, andaikata dia dapat melihat wanita yang akan dipinangnya, maka lihatlah. ( HR: Ahmad dan Abu Dawud )
Islam juga jelas-jelas mengatakan bahwa berpacaran bukan jalan yang diridhai oleh Allah karena banyak segi mudaratnya. Setiap orang yang berpacaran cenderung untuk bertemu, duduk, pergi dan bergaul berdua. Ini jelas pelanggaran syariat terhadap larangan melihat atau bergaul bukan muhrim atau bukan istrinya. Sebagaimana yang tercantum dalam HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas yang artinya : ”Janganlah salah seorang diantara kamu bersepi-sepi (berkhalawat) dengan seorang wanita, kecuali dengan muhrimnya”. Thabrani dan Al-Hakim dari Hudzaifah juga meriwayatkan dalam hadits qudsi, “ Lirikan mata merupakan anak panah yang beracun dari setan, barang siapa yang meninggalkan karena takut kepada-Ku, maka Aku akan menggantikannya dengan iman sempurna hingga ia dapat merasakan arti kemanisannya dalam hati.
Meski tidak mengenal kata pacaran, tapi Islam memberi jalur yang lebih “aman,” untuk dilalui oleh mereka yang ingin membangun mahligai rumah tangga yaitu dengan membolehkan terjadinya proses perkenalan sebelum menikah dengan rambu-rambu khusus yang harus dipatuhi oleh mereka yang ingin menjalankannya. Rambu-rambu itu seperti tidak boleh berdua-duaan, memakai pakaian yang menutupi dan menjaga aurat masing-masing, menghindari perilaku yang bisa memancing “penyakit hati” dan “godaan nafsu,” prosesnya tidak terjadi dalam kurun waktu yang terlalu lama dan tanpa kepastian tenggang waktunya, dan sebagainya.
Islam juga mengeluarkan sebuah rambu khusus untuk menjaga umatnya agar tidak menjadi budak dari nafsunya sendiri. Dalam hal ini, harus diakui bahwa adalah fitrah, semua manusia untuk menyukai lawan jenisnya, senang memandang mereka, dan menikmati kebersamaan antara pria dan wanita. Tapi, jika hal-hal ini diteruskan tanpa pengendalian diri yang baik, maka bisa jadi manusia cepat atau lambat akan menjadi hamba dari hawa nafsunya. Itulah sebabnya, solusi cerdas dari Islam yang diajarkan oleh Rasulullah dalam hal ini adalah mengajak untuk menahan pandangan. (Lihat Q.S. An-Nur : 30-31).
Nabi SAW pernah memalingkan muka anak pamannya yang bernama al-Fadhl bin Abbas dari melihat wanita Khats’amiyah pada waktu haji, ketika Beliau melihat al-Fadhl berlama-lama memandang wanita itu. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa al-Fadhl bertanya kepada Rasulullah SAW, “Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu?” Beliau SAW menjawab, “Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka saya tidak merasa aman akan gangguan setan terhadap mereka.
Karena itu, wahai para muslimah sadarlah akan lamunan kalian, bayang-bayang cinta yang suci, bukanlah dengan pacaran, cobalah pikirkan bagi para muslimah yang masih bergelimang dengan pacaran atau kalian para pemuda yang suka gonta-ganti pacar kembalilah ke fitrah semula. Fitrah yang telah menjadi sunnatullah, tidak satupun yang lari dari padanya melainkan akan binasa dan hancur.


Tidak ada komentar:

WELCOME


Tukaran Link Yook !!!!!

http://www.mardikurniawan.blogspot.com

Gabung di Komunitas Bloggger

Visit http://comments-friends.blogspot.com/ for more comments.
Pencarian melalui http://www.google.com
Google

Seberapa beratkah Blogmu ??

Web/Blogmu: Masukkan alamatnya, jika lebih dari 100 KB berarti blogmu loadingnya lama
Your domain(s): Enter each address on a new line (Maximum 10)
 
(contoh. mardikurniawan.blogspot.com)    
 

Powered by iWEBTOOL