Kamis, 23 Oktober 2008

Manusia makhluk spiritual

by : http://dzulfikar.wordpress.com/2008/05/29/manusia-makhluk-spiritual/

By : Dzulfikar

Hidup adalah perjuangan. Menjalani hidup mengharuskan kita untuk bisa mengatur dawai dawai kehidupan – termasuk juga diri kita – agar segala aktifitas harian kita selalu dalam keharmonisan. Karena itulah hidup tidak mengalir dan apa adanya, namun perlu diatur dan didisain.

Sebagian kita menganggap hidup adalah kerja. Kerja adalah kebahagiaan. Namun nyatanya, kerja yang terlalu “over” membuat banyak manusia justru kehilangan kebahagiaan, dan berusaha mendapatkan kebahagiaan lewat jalur lain. Sebagian yang lain menganggap hidup adalah kenikmatan. “Nikmati segera apa yang bisa kita nikmati saat ini”, “Realitas hidup adalah kenikmatan”, demikian pendapat pengikut gaya hidup “nikmat” ini. Namun, karena kenikmatan yang mereka maksud ternyata masih bersumber dari materi, sedang sifat materi adalah tidak abadi dan pasti rusak, maka kenikmatan yang mereka dapatpun tidak pernah abadi. Kenikmatan yg didapat lambat laun pasti hilang atau membosankan, lalu berganti dengan kehampaan. Ini artinya kenikmatan bukanlah realita. Kata para Filosof, mereka – mereka ini terkenal dengan sebutan kaum Hedonist. Walaupun agak beda-beda tipislah dengan kaum materialis, pragmatis ataupun utilitarianis, semua pengikut aliran – aliran hidup diatas memiliki sumber yang sama yakni “nilai manfaat bagi individu yang sangat subjektif.

Bagi banyak manusia yang beragama, kehidupan tak memiliki arti tanpa agama yang kita anut. Arti dari hidup akan timbul ketika agama ada. Agama dimaknai sebagai cara dan tuntunan menjalani hidup, sekaligus informasi apa sebenarnya makna hidup itu. Akhirnya sangat umum sekali bila agamapun dianggap sebagai sarana bagi pencapaian tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat. Lebih rinci lagi, kebahagiaan dunia berarti jauh dari penderitaan dunia material, dan kebahagiaan akhirat berarti mendapatkan balasan pahala dan surga. Dalam konteks seperti, agama akhirnya jadi alat bagi pemuasaan tujuan-tujuan dan kesenangan kita kelak. Agama jadi alat “jual beli” dengan Tuhan. Kita “membeli” sesuatu dari Tuhan, dengan “bayaran” tuntunan agama yang kita patuhi. Agama kita berada pada level sebagai sarana perdagangan, dengan ciri adanya imbalan, entah itu dengan imbalan di dunia atau diakhirat. Karena punya persepsi tentang agama demikian, tidak sedikit umat beragama akhirnya putus asa terhadap agama karena balasan dan upah perdagangan mereka sering tidak “terbalaskan” sesuai dengan keinginan mereka. Akhirnya tidaklah terlalu mengherankan bila agama “KTP” jadi fenomena umum yang terjadi dimasyarakat dunia, karena keputus-asaan terhadap agama. Bahkan lebih tragis lagi keputus asaan terhadap Tuhan. Kalau sudah begini, Tuhan pun bagi mereka dipersepsikan sebagai pemuas kebutuhan dan kepentingan mereka. Tuhan dianggap tak wajib di patuhi, ketika harapan yang kita sandarkan kepada Tuhan ternyata gagal diwujudkan Tuhan. Dalam pembahasan filosofis yang lebih rinci bahkan pelik, kesalahan persepsi kita tentang agama dan Tuhan seperti banyak dipertontonkan banyak umat beragama, akan berimplikasi serius terhadap kebahagiaan kita menjalani tiap jenis level kehidupan.

Ketika mencermati paparan diatas, kita akhirnya boleh jadi akan menyamakan tujuan berbagai aliran dan mazhab – baik anti Tuhan atau tidak, baik beragama atau non agama - ujung-ujungnya adalah kesenangan. Pembedaan hanya terdapat pada penjelasan tentang hirarki kosmologi, sedangkan tujuan hidup tetap dipandang sebagai usaha mendapatkan kenikmatan sesuai persepsi masing-masing aliran.

Muthahhari-filosof muslim dunia yang menelorkan banyak karya filosofis berharga-pernah menyatakan bahwa manusia itu sejati dan senyatanya adalah sosok makhluk spiritual. Manusia pada dasarnya mencintai alam kesempurnaan, keabadiaan dan tanpa batas. Ciri demikian tak akan pernah didapatkan selama kita masih mencintai kehidupan dunia dan apa-apa yang ada didunia. Keagungan alam tujuan evolutif kemanusiaan tersebut hanya terdapat pada “alam Ketuhanan”.

Secara fitrah manusia menginginkan “kesatuan dirinya” dengan Tuhan, karena itulah pergerakan dan perjalanan hidup manusia adalah sebuah evolusi spiritual menuju dan mendekat kepada “alam ketuhanan. Tujuan mulia itulah yang akhirnya akan mengarahkan dan mengaktualkan potensi dan fitrah tersembunyi manusia untuk digunakan sebagai sarana untuk mencapai “spirituality progress”. Tangisan batin manusia adalah “tangisan” untuk kembali menuju sumber asalnya, yaitu Tuhan. Ibarat seorang anak, dia akan selalu merindukan berkumpul dengan orang tuanya. Seorang anak tidaklah merindukan orang tuanya dengan alasan kenikmatan atau materi, namun naluri atau fitrahlah yang mendorong seorangan anak untuk merindukan orang tuanya. Karena itulah, hubungan kita dengan Tuhan harus berfondasi pada fitrah dan naluri spiritual kita untuk merindukan kembali kepada sumber asal diri kita, yaitu Tuhan Yang Maha Sempurna dan Abadi. Tentu saja kembali ke sumber asal dan awal kehidupan dengan sukarela adalah suatu jenis kenikmatan tersendiri. Namun perlu dicatat, bahwa tujuan kembali kita bukanlah kenikmatan, kenikmatan adalah buah dari naluri dan fitrah kita yang semakin bergerak menuju Tuhan.

Sampai disini kita manusia beragama selayaknya menjadi lebih sadar dan serius dalam memandang dan memaknai agama. Agama mengingatkan tentang potensi fitrah manusia, dan memberi petunjuk bagi perjalanan kerinduan kita kepada sumber asal yaitu Tuhan. Maka segenap aturan agama-lebih dari sekedar alat pemuas bagi tujuan kenikmatan dunia dan akhirat kita - , pada dasarnya adalah sarana untuk menghantarkan kita semakin mendekat kepada Tuhan yang kita rindukan. Memaknai agama sebagai sarana pencari kepuasan / balasan dunia dan akherat tentu sangat rendah nilainya dibanding memaknai agama sebagai sarana penting untuk mendekat dan “menyatu” dengan Tuhan. Mendekat kepadaTuhan, menurut beberap riwayat, sangat mungkin sekali untuk dapat terjadi didunia materi sebanding dengan kegigihan usaha kita untuk merealisasikan kerinduan suci kita kepada Tuhan.

Sampai dimana kita sekarang memaknai hidup dan agama ? ….....

1 komentar:

Anonim mengatakan...

(Mohon maaf, saya tanggapi artikel ini berdasarkan agama yg saya anut, yaitu islam )
Semakin memudarnya hakekat agama di kehidupan masyarakat saat ini salah satunya karena kurangnya filter terhadap arus westernisasi. Arus yang membawa pengaruh berhala kepada uang dan jabatan. Otak manusia telah dijungkir balik kan. Kita tertawa melihat saudara kita teraniaya, islam adalah teroris, kita mencemooh saudara kita yg meniru pakaian nabi kita Muhammad SAW, sementara di KTP kita tercetak agama : ISLAM, ironis …
Doktrin yang tertanam di otak manusia pada saat ini bukannya manusia adalah makhluk spiritual akan tetapi manusia adalah robot yang harus bangun pagi lalu memberikan separuh hidupnya untuk pekerjaan yang bermuara pada mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan menjadi SESEORANG di mata masyarakat.
Saya juga tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Karena saya sendiri juga lebih takut terlambat absen kantor daripada terlambat absen pada Tuhan (sholat)….

0810003510921

WELCOME


Tukaran Link Yook !!!!!

http://www.mardikurniawan.blogspot.com

Gabung di Komunitas Bloggger

Visit http://comments-friends.blogspot.com/ for more comments.
Pencarian melalui http://www.google.com
Google

Seberapa beratkah Blogmu ??

Web/Blogmu: Masukkan alamatnya, jika lebih dari 100 KB berarti blogmu loadingnya lama
Your domain(s): Enter each address on a new line (Maximum 10)
 
(contoh. mardikurniawan.blogspot.com)    
 

Powered by iWEBTOOL