Patah hati memang tidak enak. Menyakitkan rasanya. Fakta membuktikan, patah hati bisa mengakibatkan hal yang fatal. Bahkan patah hati juga bisa menyebabkan kematian. Sebuah penelitian baru-baru ini yang dipulikasikan di The Lancet, risiko kematian bisa meningkat 5 kali saat seseorang merasa kehilangan seseorang yang dicintainya. Demikian dilansir dari bbc, Jumat (7/12/2007).
Margaret Stroebe dari Universitas Utrecht, Belanda, mengatakan, kehilangan seseorang yang dicintai berdampak secara psikologi. Ahli jantung mengatakan, orang-orang yang kehilangan pasangan, biasanya hidup dengan kebiasaan yang tidak sehat seperti merokok atau diet yang tak terkendali.
Kehilangan seseorang karena kematian ditengarai sebagai penyebab terbesar seseorang menjadi patah hati lantaran cintanya kepada orang yang bersangkutan tak lagi bisa diberikan. Di sisi lain, cinta dari orang yang disayanginya itu tak lagi bisa dirasakan.
Karena itu, para duda ataupun janda memiliki risiko kematian yang meningkat. Biasanya mereka berusaha melupakan kesedihan lantaran kehilangan pasangan dengan mengonsumsi alkohol. Kesendirian karena kehilangan sesuatu yang berarti dalam hidupnya secara psikologi bisa berbahaya.
Para ahli sependapat, stres secara psikologi dapat menyebabkan perubahan dalam tubuh. Hal itu dikarenakan hormon stres dapat mengganggu proses yang berlangsung dalam tubuh. Sebuah studi mengemukakan, 21 persen pria cepat meninggal setelah kehilangan istrinya. Sedangkan para janda memiliki risiko kematian yang meningkat 17 persen. Risiko tersebut paling tinggi terjadi pada pekan-pekan awal mereka kehilangan pasangan, dan semakin berkurang seiring berjalannya waktu.
Studi di Denmark pada 2003 menunjukkan, ayah dan ibu memiliki risiko bunuh diri yang besar setelah kehilangan anaknya. Risiko tersebut lebih tinggi ditemui saat anaknya meninggal di usia muda. Keinginan bunuh diri biasanya muncul dalam kurun waktu 30 hari setelah kehilangan anaknya. Seorang pria juga diduga memiliki hasrat bunuh diri 3 kali lipat setelah ditinggal mati istrinya.
"Polanya cukup konsisten. Kalau boleh disimpulkan, kehilangan karena kematian merupakan penyebab utama patah hati dan itu berdampak psikologis," ujar Dr Stroebe yang turut melakukan penelitian itu.
Kebanyakan orang yang sedang sedih itu tidak mendapatkan pertolongan profesional. Orang-orang yang sedang berduka ini sangat membutuhkan dukungan dari keluarga, teman, serta kelompok keagamaan ataupun komunitasnya.
Dr Peter Hammersley dari Cruse Bereavement Care mengatakan, fenomena tersebut telah dikenali sejak beberapa waktu lalu. Kehilangan orang dekat yang penting dalam hidup seseorang, seperti pasangan menjadi alasan seseorang ingin mengakhiri hidupnya.
"Sisi positifnya, kita jadi tahu kemampuan personal mendukung jaringan adalah elemen penting untuk membantu orang-orang yang sedang kehilangan. Tidak semua orang punya kemampuan untuk menyuport. Perlu jaringan untuk memberi dukungan," ujar Hammersley. Patah hati memang mengiris perasaan. Namun harus disadari benar, bila ada tawa pasti ada air mata. Bila memiliki, suatu saat pasti kehilangan. Kehilangan seseorang bukanlah akhir dari segala-galanya.
Soal patah hati, sepertinya grup musik Tanah Air Radja paham benar. Bukannya aku tak takut mati, hanya karena sering patah hati. Yang aku takut bila patah hati, engkau nekat lalu bunuh diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar